Sekarang, aku tak tahu ada di mana. Yang jelas, sekarang aku merasa bebas. Aku melayang dengan imajinasi. Saat kutahu, aku sudah tidak ada di dunia, tapi berada dalam dimensi yang jauh berbeda dari dunia. Aku masih belum yakin apa yang sebenarnya terjadi. Tapi aku yakin, inilah aku. Aku yang sudah MATI.....
Hari ini tanggal 11 Juni 2006. Dan seperti dua hari sebelumnya, aku sedang berusaha mengerjakan soal-soal untuk kelulusanku dari SMA ini. Di sekolah, aku dikenal sebagai anak yang pintar, sangat pintar bahkan. tapi aku muak dengan semua ini. Aku muak dengan kalimat, "Reta, ayo cepat turun! Sudah jam setengah empat, apa kau mau terlambat les dan menjadi bodoh hah? Cepat turun! Pak Pardi sudah menunggumu di mobil tuh!". Benar, itu suara mamaku. Dan aku sangat muak dengan kata-kata itu. Aku ingin menjadi fotografer, bukan menjadi Insinyur. Aku ingin bebas memotret, bukan dihadapkan dengan setumpuk masalah tidak logis yang diberikan kepadaku. Aku muak melihat buku-buku menumpuk di atas meja belajarku dahh menunggu untuk kubaca. Ingin sih, aku membantah mama, tapi malas ah, toh aku juga "Sedikit" menikmati kehidupanku. Remember, "Sedikit".
Saat kelulusan nanti, aku sudah berencana untuk kabur dari rumah. Biarlah mama dan papa bingung mencariku. Hanya Cindy yang kuberitahu tentang rencanaku ini. Aku tahu dia tak akan setuju. Tapi itu sudah menjadi keputusanku.
"Ret, kamu nggak bakal bener-bener kabur dari rumah kan?", Cindy bertanya padaku.
"Ya, gimana ya, aku males kalo di rumah terus Cin. Di suruh itu, lah, di suruh ini, lah, muak aku Cin!", aku menjawab pertanyaan Cindy.
"Tapi 'kan nggak haarus pake kabur segala Ret, kamu bisa 'kan ngomong sama ortu-mu kalo kamu tuh udah gede, dan nggak perlu ngatur-nngatur kamu lagi!", Cindy memberikan saran dengan sedikit marah kepadaku.
"Pinginnya sih gitu, Cin"
"Terus?"
"Percuma Cin, mereka pasti nggak bakal mau dengerin aku! Aku ngasih pendapat ke mereka aja nggak pernah di perhatiin. Apalagi protes kaya gini."
"Ya sudahlah, Ret, aku cuma bisa berdo'a biar kamu nggak tersesat di jalan.", ujar Cindy dengan sedikir beergurau.
"Emang aku masih anak TK apa?", aku menanggapi gurauan Cindy.
***
Pengumuman kelulusan pun tiba. Aku menuju papan hijau untuk melihat apakah ada ada namaku di situ. Dan ternyata memang ada. Aku sudah menduganya. "FERETA DEFINA VERISSA: LULUS". Dan aku tidak seperti teman-teman ku yang dengan segera mencorat-coret baju mereka yang putih, dan dengan beberapa saat saja, sudah tak lagi berwarana putih, melainkan hijau-merah-kuning-biru, aku hanya menandatangani baju putihku. Lalu aku dan sahabat-sahabatku berangkulan dengan erat, setelah itu mengucapkan janji bahwa kita akan selalu bersahabat, selama-lamanya.
***
Malamnya, aku sudah bersiap-siap untuk kabur. Aku sudah menyiapkan apa-apa yang di butuhkan nanti. Dan, tidaj ketinggalan, kamera. Tapi sebelum kabur, aku menuju balkon kamarku. Sunyi. Yang terdengar hanya derik jangkrik yang merangkai nada dengan indahnya. Saat itu aku melihat bulan dan bintang yang mengelilinginya. Aku baru sadar, ternyata langit malam sangat indah. Aku merasa akan lebih mudah tinggal di luar angkasa yan penuh kedamaian meskipun tanpa oksigen dari pada hidup di dunia yang sangat bising meskipun terdapat oksigen. Aku turun menuju lantai bawah, lalu keluar melalui pintu belakang, dan berjalan berjingkat-jingkat. Berharap Pak Sutrisno, satpam di rumahku, tidak melihat aku yang sedang kabur. Daaaaaan, fyuuh, akhirnya aku berhasil keluar dari rumahku. Aku melambai sejenak dan aku meneruskan perjalanan ku.
Saat ini, aku belum tahu akan kemana, jadi aku putuskan untuk berjalan tanpa arah dan membiarkan kakiku membawaku ke tempat yang ia inginkan. Dan aku juga memutuskan untuk menyusuri langkahku tanpa tidur. Capek sih, tapi mau gimana lagi?
***
"Reta, cepet turun! Bentar lagi makanannya mau diberesin lho! Cepetan turun!", mama memanggilku. Tapi percuma, karena aku sudah tidak berda dalam rumah "Super Protektif" itu lagi. Aku sudah di luar. Aku sudah bebas.
"Reta, kalo dandan cepetan dong! Udah mau diberesin nih sarapannya.", mama tampaknya mulai marah.
"RETA!!! KAMU NGGAK DENGER APA MAMAMU MANGGIL DARI TADI?", kini gantian papaku yang memanggilku.
"Aduuuh, ini anak. Kebangetan banget deh!", mama mulai berjalan menuju kamarku.
Yah, sepertinya mama kaget saat tidak melihatku di sana. Juga kesal. Refleks, mama langsung melihat isi lemariku, dan melihat mejaku. Lagi-lagi mama terkejut karena melihat pakaianku sudah tinggal sedikit yang ada di dalam lemari itu, dan mama juga kaget saat melihat tidak ada kameraku di meja. Sontak, mama langsung berteriak, "PAPA, Reta nggak ada di kamarnya! Reta kabur!". Papa pun juga tak kalah terkejutnya.
"Rico, cepat cari Reta sekarang! CEPAT!!!!", papa menyuruh salah satu body-guard nya untuk mencariku.
***
"Wah, enak banget deh makan tempe sama tahu. Kenapa ya, mama kok nggak pernah bolehin aku makan tempe sama tahu? Padahal kan enak banget! Hmmm.", setelah sarapa di sebuah warung, akupun melanjutkan perjalananku. Dan sekarang aku merasa berada di kota. Entah kota apa, yang jelas aku mengetahuinya karena ada jalan raya nan besar nan ramai. Saat menemukan mini-market, aku masuk segera menyeberang dan memasuki mini market tersebut. Aku membeli coklat Silver Queen, snack, dan dua permen karet Bubble Gum. Setelah membayar di kasir, aku keluar dari mini market tersebut. Aku melanjutkan perjalananku.
Sekarang, aku sedang memutar memori yang ada dalam otakku, aku memutar kenangan bersama sahabat-sahabatku, aku memutar memori tentang mama dan papaku, dan tanpa kusadari, aku berjalan ke tengah jalan raya, dan tiba-tiba, "Tiiiiiin.....tiiiiinnn......tiiiiiiiinnn....Ciiiiiiiiiiiiiiiiitt......", itulah bunyi yang terakhir kali aku dengar. Dan setelah itu, aku merasa melayang, aku merasa bahagia, aku merasa bebas. Aku rasa, sekarang aku sanggup untuk hidup di alam semesta dan menuju bulan. Saat kusadari, aku dan tubuhku terpisah, senang bukan main. Aku sudah mati. Ya, aku sudah MATI, thank you God!!!